Masjidil Haram

Masjidil Haram

Jumat, 14 November 2008

Prinsip Syariat

Ditulis oleh Admin


ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ . مَآ أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ . وَإِنَّ لَكَ َلأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ . وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ . فَسَتُبْصِرُ وَيُبْصِرُوْنَ . بِأَيِّكُمُ الْمَفْتُوْنُ . إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ .

“Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis. Tidaklah engkau, dengan nikmat Tuhanmu, seorang gila. Dan sesungguhnya untukmu pahala yang tiada putus-putusnya. Dan sesungguhnya engkau adalah benar-benar atas budipekerti yang agung. Maka engkau akan melihat dan mereka pun akan melihat kelak. Siapa di antara kamu yang terganggu fikiran. Sungguh Tuhanmu, Dialah yang lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia pun lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk.”(QS Al-Qalam 1-7)

Definisi kebahasaan ‘qalam’ (lughatan)

Dari segi bahasa, kata ‘qalama’ berarti memotong ujung sesuatu. Dalam sebuah hadits yang menjelaskan ‘sunnah-sunnah fithriyah’ disebutkan diantaranya taqlimu al-azhafir (memotong ujung kuku). Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai maqaliim. Anak panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan mengundi dinamai pula qalam, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُوْنَ أَقْلاَمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ (آل عمران : 44)

“Padahal kamu tidak beserta mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang memelihara Maryam.” (QS Ali Imran : 44).

Demikian pula ditemukan dalam bentuk jama’ ‘aqlam’ bermakna ‘pena’ pada firman Allah berikut.

وَلَوْ أَنَّ مَا فيِ اْلأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلاَمٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللهِ (لقمان : 27)

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena-pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (keringnya), niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah”. (QS Luqman : 27).

Al-Quran secara umum menjelaskan bahwa ‘qalam’ adalah alat yang digunakan untuk menulis, yakni alat tulis apapun – termasuk komputer yang tercanggih. Demikian pula ‘qalam’ adalah alat untuk mengundi. Dalam surat al-Qalam, qalam adalah alat, tetapi yang dimaksudkan adalah hasil penggunaan alat tersebut, yakni “tulisan”.

Dalam kaidah bahasa Arab seringkali suatu kata yang berarti “alat” atau “penyebab” dimaksudkan untuk akibat atau hasil penggunaan alat itu. Dan suatu kata atau ayat yang singkat boleh jadi ditemukan rincian artinya dalam ayat yang lain (tafsir al-ayat bil ayat).

Maka, arti qalam pada surat al-‘Alaq dengan surat al-Qalam saling berkaitan, apalagi surat al-Qalam turun setelah akhir ayat kelima surah al-‘Alaq, menurut beberapa riwayat.

Penemuan pena serta tulis menulis merupakan satu anugerah Allah yang terbesar. Dengan tulisan, satu generasi dapat mentransfer ilmu dan pengalaman mereka kepada generasi berikut, sehingga manusia tidak terus-menerus mulai dari nol. Begitu pentingnya pena dan hasil tulisannya, para ahli membagi kehidupan manusia dalam dua periode. Periode pra-peradaban (prehostoric) dan periode peradaban (historic). Sedang batas pemisah antara keduanya adalah penemuan pena serta tulisan.

Mengenal tulisan (qalamullah) dan kemurahan Allah (karamullah)

Kalau merujuk arti qalam dalam bentuk jama’ ‘aqlam’ dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 27, yang dimaksudkan adalah ‘ilmullah (ilmu Allah). Ada yang berpendapat Al-Qur’an, as-Sunnah dan al-Islam. Konsep Allah adalah syariat (syara’a) Allah yang diperuntukkan hamba-hamba-Nya.

Dari wahyu pertama Al-Qur’an diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau dasar usaha manusia (‘ilmu kasbi). Cara kedua dengan mengajar tanpa alat atau tanpa usaha manusia (‘ilmu laduni, ‘ilmu khafi).

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu hanya dua tahun hidup bersama Nabi shalla-llahu 'alaihi wa sallam, tetapi paling banyak meriwayatkan hadits selain ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Abu Hurairah lebih banyak memperoleh ‘ilmu khafi (ilmu tersembunyi). Walaupun berbeda, keduanya dari satu sumber, yaitu Allah.

Setiap pengetahuan memiliki subyek dan obyek. Secara umum subyek dituntut peranannya untuk memahami obyek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa obyek terkadang memperkenalkan diri kepada subyek tanpa usaha sang subyek. Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun, muncul terakhir tahun 1986. Pada kasus ini, walaupun para astrologi menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu dalam memperkenalkan diri.

Wahyu, ilham, intuisi, firasat, yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang disebut kebetulan, yang dialami ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas.

Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam bukan lewat qalamullah tetapi atas karamullah (kemurahan Allah), karena wahyu turun bukan atas usaha beliau. Kadang langsung masuk ke dalam dadanya. Setelah dibacakan Allah, setelah itu tidak pernah lupa.

سَنُقْرِئُكَ فَلاَ تَنْسَى (الأعلى : 6)

Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa.” (QS al-A’laa : 6).

Seringkali Rasulullah menghendaki turunnya wahyu, tetapi tak kunjung diturunkan. Bahkan beliau pernah hampir saja menjatuhkan dirinya dari atas gunung, karena beban berat yang dipikul, sementara wahyu yang ditunggu tidak turun.

Kitab Ihya Ulumuddin, karya Imam al-Ghazali diperoleh justru ketika meninggalkan teori-teori ilmiah yang telah dipelajarinya selama ini. Buku Manhaj Tarbiyah Islamiyah, oleh Muhammad Quthb, disusun setelah mengalami stagnasi kejiwaan (Lihat: Wawasan Al-Qur’an, Prof. Dr. M. Quraisy Syihab, MA).

Sumber : Sistematika Wahyu http://hidayatullah.or.id

Tidak ada komentar:

Masjid Nabawi

Masjid Nabawi

Masjidil Aqsa

Masjidil Aqsa