Masjidil Haram

Masjidil Haram

Jumat, 07 November 2008

Mengenal Alam

Sunnatullah pada alam (qadha’ takwini fil kauni)

Para ahli sejarah menyebutkan bahwa kaum zindiq meminta waktu kepada Abu Hanifah, khusus untuk berdebat dengannya, tentang Tuhan. Ketika tiba waktu yang disepakati, Imam Abu Hanifah terlambat. Beberapa saat kemudian, beliau datang menemui mereka, setelah mereka berputus asa menunggu kedatangannya. Mereka menyalahkan Imam Abu Hanifah karena keterlambatannya. Imam Abu Hanifah berkata kepada mereka, sambil meminta maaf, “Aku telah datang menemui kalian pada waktu yang telah ditentukan. Tetapi aku tertahan lama di pinggir sungai Tigris, mencari pemilik perahu yang akan membawa menyeberangi sungai. Namun, aku tidak menemukannya. Ketika aku telah putus asa, dan bermaksud pulang, aku melihat beberapa potong papan yang datang sendiri, lalu masing-masing papan itu bergabung menjadi satu, sehingga jadi sebuah perahu indah di hadapanku. Aku lalu menaiki perahu itu, menyeberangi sungai. Dan kini, aku sudah berada di hadapan kalian.”
Orang-orang zindiq berkata kepada Imam Abu Hanifah, “Apakah engkau hendak memperolok-olokkan kami? Apakah mungkin papan papan itu datang sendiri menjadi perahu?”
Imam Abu Hanifah berkata kepada mereka, “Inilah yang membuat kalian berkumpul untuk berdebat denganku. Maka, jika kalian tidak percaya bahwa perahu bisa membuat dirinya sendiri, bagaimana mungkin kalian ingin aku percaya bahwa alam yang sempurna dan menakjubkan ini telah mengalami peristiwa-peristiwa perubahannya dengan sendirinya, tanpa Sang Pencipta Yang Agung?”
Kaum zindiq terpojok. Mereka tidak bisa membantah alasan yang sangat rasional itu. Akhirnya mereka menyatakan ke-Islaman di hadapan Imam Abu Hanifah.
Kehidupan yang ada diatas bumi kita pasti memiliki beragam syarat yang esensial, dimana tidak mungkin syarat itu dipenuhi, diteliti dan diatur secara kebetulan atau serampangan.
Teori kebetulan terkait dengan sistem alam yang lengkap dan valid, hanyalah pendapat yang dikemukakan oleh orang yang bodoh, atau orang yang keras kepala, yang sebenarnya sedang menyaksikan kebenaran di depan matanya, tetapi ia justru menolaknya.
Berikut contoh-contoh detail sistem alam yang meruntuhkan teori kebetulan.
a) Seandainya lapisan bumi ini tebal, niscaya ia akan menghisap oksigen dan karbondioksida. Tentu saja kehidupan ini takkan pernah ada.
b) Seandainya atmosfir lebih rendah daripada yang sekarang ini, maka sesungguhnya jutaan meteor yang terbakar setiap hari di luar angkasa, akan mengenai seluruh bagian kulit bumi, serta akan membakar segala sesuatu yang mudah terbakar.
c) Seandainya matahari kita memberikan setengah dari cahaya panasnya sekarang ini, niscaya tubuh kita akan membeku. Seandainya cahaya panas matahari bertambah setengah kali sinarnya yang sekarang, niscaya kita akan menjadi abu.
d) Seandainya bulan menyinari kita pada saat ini, berjarak 20.000 mil dari bumi, niscaya seluruh muka bumi ini akan dilimpahi oleh air yang sangat deras setiap harinya, yang bisa menghanyutkan gunung-gunung.
e) Seandainya malam kita sepuluh kali lebih panjang atau lebih lama dari yang biasa kita lalui, niscaya matahari musim panas akan membakar tumbuh-tumbuhan kita di siang hari. Sedangkan di malam hari, setiap tumbuhan di bumi akan membeku.
f) Seandainya jumlah oksigen di udara mencapai 50% atau lebih besar kapasitasnya dibanding dengan kapasitas normal (21%) yang tersedia, maka setiap benda yang bisa terbakar akan menjadi daerah nyala api, sejak percikan api pertama.
g) Seadainya air yang meliputi bumi ini terasa manis, niscaya kehidupan di muka bumi ini akan dipenuhi oleh kebusukan dan penderitaan. Sedangkan rasa asin adalah sesuatu yang bisa mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan. Dan, seandainya tidak terjadi persenyawaan kalori dengan yodium, niscaya takkan ada garam dan selanjutnya takkan ada kehidupan.
h) Seandainya tidak ada hukum daya tarik (gravitasi), maka dari mana akan bertemu dan kawinnya atom dan partikel-partikelnya?
i) Seandainya poros bumi konstan, tentu akan terjadi musim panas yang berkepanjangan di suatu wilayah, dan musim dingin yang berkepanjangan di wilayah lain.
j) Seandainya bumi seperti bintang Mercuri yang tak beredar kecuali menuju satu arah, yaitu matahari, niscaya tidak ada seorang pun yang hidup, karena malam yang berlangsung selamanya demikian pula siang. Dengan demikian, tidak akan ada kehidupan.
Demikianlah, teori kebetulan tentang alam ini tertolak dengan sendirinya. Dan sesungguhnya di balik alam raya ini ada arsiteknya, Allah Yang Maha Pencipta.

Wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam raya ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari siksa neraka.

Asal kejadian alam raya (ashlu nasy’atil kauni)

Menurut data yang diperoleh pada abad ke-20, ternyata alam semesta ini ada secara tiba-tiba setelah sebelumnya tidak ada. Teori ini dikenal dengan sebagai teori Ledakan Dahsyat (Big Bang) yang berpandangan bahwa alam semesta ini pada mulanya terjadi ledakan.
Ada bukti kuat yang mendukung teori Ledakan Dahsyat. Meluasnya alam semesta merupakan salah satunya, dan bukti yang signifikan mengenai hal ini adalah saling menjauhnya galaksi-galaksi dan benda-benda langit. Untuk memahaminya dengan lebih baik, alam semesta dibayangkan sebagai permukaan balon yang digelembungkan. Seperti halnya bagian-bagian permukaan balon yang digelembungkan. Seperti halnya bagian-bagian permukaan balon yang saling menjauh ketika balon digelembungkan, demikian jugalah benda-benda angkasa yang saling menjauh tatkala alam semesta meluas.
Dalam hal ini mari kita merujuk kepada ayat Al-Qur’an yang relevan dengan teori diatas.
وَالسَّمَآءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ (الذاريات : 47)
Dan, langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.” (QS adz-Dzariyaat : 47).
Pada ayat lain tentang langit, Allah berfirman :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا إِنَّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلاَ يُؤْمِنُوْنَ (الأنبياء : 30)
“Dan, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan, dari air, Kami menjadikan segala sesutatu yang hidup. Maka, mengapakah mereka tiada yang beriman.” (QS al-Anbiya’ : 30).
Menurut kamus-kamus Arab, kata asal ratq yang diterjemahkan ‘terpadu’ dalam ayat ini berarti “sesuatu yang tertutup, padat, kedap, bergabung menjadi satu dalam massa yang berat”. Menurut terminologi fiqh Islam, jika ternyata calon istri kita ‘rataq’ boleh dibatalkan karena fungsi bilogisnya tertutup oleh tulang, sehingga menghambat jalinan keharmonisan keluarga.
وَتُرَدُّ الْمَرْأَةُ بِخَمْسَةِ عُيُوْبٍ : بِالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَالْبَرَصِ وَالرَّتْقِ وَالْقَرْنِ
“Istri boleh dikembalikan (diceraikan) karena 5 hal, yakni : (1) gila, (2) berpenyakit kusta, (3) berpenyakit sopak, (4) alat kelamin tertutup tulang, dan (5) alat kelamin tersumbat daging.” (Kifaayatul Akhyaar, juz II, hal. 59).
Maksudnya ayat ini, dipakai untuk dua potong yang berlainan yang membentuk entitas. Pernyataan “pisahkan” adalah kata kerja “fatq” dalam bahasa Arab dan ini berarti memecah obyek dalam keadaan ratq. Sebagai misal, penumbuhan benih dan tampilan pucuk-pucuknya di bumi diungkapkan dengan kata kerja ini.

Kini, mari kita melihat kembali ayat yang menunjukkan bahwa langit dan bumi itu dalam keadaan ‘ratq’ lalu keduanya diartikan ‘dipisahkan’ dalam kata kerja ‘fatq’. Maksudnya, yang satu menerobos yang lain dan membuat jalan keluarnya.
Sungguh, bila kita mengingat peristiwa pertama Ledakan Dahsyat, kita lihat bahwa bintik yang disebut ‘telur kosmik’ itu mengandung semua bahan alam semesta. Segala sesuatu, bahkan “langit dan bumi” yang belum tercipta pun, terkandung dalam bintik ini dalam keadaan ‘ratq’. Sesudah itu, telur kosmik ini meledak, kemudian semua zat menjadi ‘fatq’. Yang menarik temuan-temuan ilmiyah ini belum ada sebelum abad ke-20.
Yang terang alam semesta berjalan menurut aturan yang pasti. Semuanya bertasbih menurut bahasanya masing-masing. Sedangkan, kita di bagian alam yang kecil ini tidak bersedia tunduk kepada aturan Allah, alangkah sombongnya kita.
وَالسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيْزَانَ . أَلاَّ تَطْغَوْا فيِ الْمِيْزَانِ (الرحمن : 7-8)
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.” (QS ar-Rahman : 7-8).
يَوْمَ نَطْوِى السَّمَآءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيْدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِيْنَ (الأنبياء : 104)
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (QS al-Anbiya’ : 104).

وَالشَّمْشُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ (يس : 38)

“Dan, matahari beredar di tempat peredarannya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Yasin : 38).

ika kita salah dalam mengelola alam raya ini, maka akan mendatangkan bencana.

َوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فىِ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ ِلأَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَاكُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ (التوبة : 35)

“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS at-Taubah : 35).

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ هُوَخَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَِللهِ مِيْرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاللهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ (آل عمران : 180)

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi.” (QS Ali Imran : 180).

Sumber : Sistematika Wahyu http://hidayatullah.or.id


Tidak ada komentar:

Masjid Nabawi

Masjid Nabawi

Masjidil Aqsa

Masjidil Aqsa