Masjidil Haram

Masjidil Haram

Sabtu, 18 Oktober 2008

Prinsip Pergiliran Zaman

Arahan Nabi (Taujih Nabawi)

Ditulis oleh Admin hidayatullah.or.id

Prinsip pergantian zaman ini juga selaras dengan prediksi Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam besar dalam bidang hadits Ahmad, Abu Dawud dan Turmudzi dari Abu Hudzaifah, intelijennya Nabi shalla-llahu 'alaihi wa sallam (shahibus sirr) pada 14 abad yang silam.
تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَآءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَآءَ أَنْ يَرْفَعَهَا
“Adalah (fase kepemimpinan) nubuwah ada pada kalian apa yang Allah kehendaki terjadi. Kemudian Allah mengangkatnya manakala Dia menghendaki mengang-katnya.”
Inilah periode awal perjalanan sejarah ummat Islam. Saat itu ummat Islam dipimpin langsung oleh manusia paripurna (insan kamil), pemimpin orang-orang yang bertaqwa (imamul muttaqin), panglima para mujahid (qa-idul mujahidin), yaitu Muhammad shalla-llahu ‘alaihi wa sallam. Mereka langsung dipandu oleh figur teladan (uswatun hasanah) sejak masa kesulitan, kegoncangan (fatrah al-idhthirab) di Mekah sampai jaya di Madinah. Sejak sebelum berfikir tentang perang sampai berkali-kali terjun di medan laga. Sejak sebelum berfikir tentang format kepemimpinan sampai menjadi pemimpin yang disegani di Jazirah Arab. Manusia penunggang onta yang tertata ulang persepsi (tashawwur) dan mata hati (bashirah) mereka tentang Tuhan, alam sekitar dan diri mereka sendiri, terbukti dalam sejarah memiliki kapasitas dan kapabilitas menjadi penghulu dunia (ustad ziyatul ‘alam). Beralalulah masa keemasan itu (‘ashrudz dzahab) selama 23 tahun. Ketika Allah menghendaki, Ia mencabut masa kejayaan itu.

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مَنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُوْنُ مَا شَآءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَآءَ اللهُ

أَنْ يَرْفَعَهَا

“Kemudian akan ada khilafah di atas manhaj nubuwah itu, maka terjadilah apa yang Allah kehendaki terjadi. Kemudian Allah mengangkatnya manakala Dia menghendaki untuk mengangkatnya.”

Inilah fase kedua perjalanan sejarah ummat Islam. Para ulama dan ahli sejarah sepakat bahwa periode ini adalah pada masa khulafaur rasyidin: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Ada yang berpendapat sampai ke kurun khalifah kelima, Umar bin Abdul Aziz. Masa ini fase khalifah yang lurus, jujur dan adil. Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam melegitimasi masa kedua ini masih dalam koridor minhajin nubuwah (metode kenabian). Artinya periode pertama dan kedua ini adalah masa teladan dan rujukan (referensi) ummat Islam.

مَنْ كَانَ مُتَأَسِّيًا فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُمْ أَبَرُّ هَذِهِ اْلأُمَّةِ قُلُوْبًا وَأَعْمَقُهَا عِلْمًا وَأَقَلُّهَا تَكَلُّفًا أَقْوَمُهُمْ هَدْيًا وَأَحْسَنُهُمْ حَالاً قَوْمٌ اخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ دِيْنِهِ فَأَعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ وَاتَّبِعُوْا آثَارَهُمْ فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى اْلهُدَى اْلمُسْتَقِيْمِ (رواه أحمد عن ابن مسعود)

“Barangsiapa hendak menjadikan teladan, teladanilah para sahabat Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, mereka itulah yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit takalluf-nya (sedikit mengada-ada), paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan dien-Nya. Karena itu hendaklah kalian mengenal keutamaan jasa-jasa mereka dan ikutilah jejak mereka, sebab mereka senantiasa berada di atas jalan (Allah) yang lurus.” (HR. Ahmad dari Ibnu Masud).

Ketika belakangan ini usaha penegakan tatanan kehidupan Qur’ani pada level eksekutif dan legislatif disalahartikan, bahkan dikhawatirkan terjadi disintegrasi bangsa, itu adalah sesuatu yang wajar. Karena di belahan dunia manapun belum terwujud prototipe negara yang menegakkan syariat secara formal dan komperhensif.
Jika penerapan tatanan ilahi di kepingan-kepingan bumi yang sempit di era globalisasi saat ini tanpa direstui oleh kekuatan internasional kuffar, maka akan menjadi bulan-bulanan. Sebut saja Iran, Pakistan, Sudan yang berusaha menerapkan syariat Islam, maka akan ditemukan catatan-catatan yang penuh dengan kekurangan dan ketidakberdayaan. Ketika kaum kafir internasional menghadapi kaum muslimin pada skala global, maka penyelesaian masalah kaum muslimin tidak bisa diselesaikan secara lokal.
Tepat sekali sebagaimana yang disinyalir Syekh Hasan al-Banna, bahwa tahapan perjuangan ummat setelah pembebasan negeri dari penjajahan asing (tahrirul wathan) adalah memperbaiki pemerintahan yang ada agar kondusif dalam penegakan tatanan ilahi (ishlahul hukumah). Adapun yang terkait dengan format politik Islam, tatanan resmi yang Islami dalam kehidupan bernegara baru terjadi pada tahapan penegakan Khilafah Islam internasional (iqomatul khilafah al-Islamiyah al-‘alamiyah) nanti.
Mungkin ada yang bertanya dan meragukan statemen diatas. Itu ‘kan terjadi pada 15 abad yang silam, tentu berbeda dengan kondisi kita sekarang ini. Manusia pada masa jahiliyah dahulu dengan zaman jahiliyah sekarang (jahiliyah fil qarnil ‘isyrin) adalah sama. Ketika merasa lapar membutuhkan makan, ketika haus perlu minum dan ketika ingin memenuhi kebutuhan biologis perlu nikah, dll. Zaman bisa berubah, tetapi manusianya pada prinsipnya tidak berubah. Yang berbeda hanya produk materialnya saja.
Manusia sekarang berada di jurang kehancuran. Membutuhkan kehadiran sistem kehidupan yang tidak sekedar menonjolkan daya cipta material, tetapi memiliki daya kendali capaian teknologi. Karena inovasi teknologi sekarang hanyalah pengembangan dari komponen teknologi yang ada. Kepemimpinan yang dirindukan manusia modern adalah yang bisa menawarkan ‘aqidah (iman) dan manhaj (pola kehidupan Islami), meminjam istilah Sayid Quthub dalam muqaddimah karyanya, Ma’alim fith Thariq (Rambu-rambu di Sepanjang Jalan Perjuangan).
Kekayaan mahal ummat inilah yang sekarang tidak diyakini oleh pemiliknya. Maka kita dituntut meyakinkan diri kita dan orang lain akan kebenaran dan orisinalitas ‘aqidah dan manhajul hayah ini. Kita memerlukan sebuah pola kepemimpinan yang menghargai capaian teknologi dan mendayagunakan secara maksimal untuk mewujudkan kehendak-kehendak Allah.

ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُوْنَ مَا شَآءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَآءَ أَنْ يَرْفَعَهَا

Kemudian akan ada raja yang menggigit, maka terjadilah apa yang Allah kehendaki terjadi. Kemudian Allah mengangkatnya manakala Dia menghendaki untuk mengangkatnya.”

Fase kehidupan ummat Islam yang ketiga ini dikuasai oleh raja yang menggigit. Ia datang silih berganti dengan sebutan yang berbeda-beda. Yang paling awal adalah Dinasti Umaiyah, kedua Dinasti Abasiyah dan ketiga Dinasti Utsmaniyah yang berakhir pada tahun 1924. Sekitar 13 abad ummat Islam di bawah kekuasaan raja-raja yang menggigit ini (mulkan ‘adhdhan).
Pada masa ini para khalifah disebut raja, karena secara formal menjabat khalifah tetapi pada dataran operasional pola pemerintahannya menerapkan sistem kerajaan. Kepemimpinan bukan dilahirkan oleh syura tetapi diwariskan kepada keluarga dekat kerajaan, anak keturunannya.
Disebut “raja yang menggigit” karena masih menggigit Kitabullah dan Sunnah Rasul, tetapi hampir-hampir lepas. Dan pada akhirnya lepas juga pada tahun 1924 dengan munculnya Dewan Nasional Turki oleh Mustafa Kamal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Namun, para ulama’ yang istiqamah menggelarinya dengan Mustafa Kamal A’da’ut Turk (Musuh Bangsa Turki). Inilah masa keruntuhan dan keterpurukan ummat Islam. Dunia Islam laksana kebun yang penuh tanaman subur dan bunga-bunga yang indah, tetapi tanpa pagar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab.
Kondisi ini sebagaimana yang diisyaratkan Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam, “Kamu sekalian akan dijarah beramai-ramai oleh ummat-ummat manusia seperti halnya santapan yang dikerumuni orang-orang lapar. Karena kamu semuanya ibarat buih, jumlahnya banyak tetapi tidak berkualitas”.
Sebelum tahun 1924, sekalipun kendali kekuasaan dipegang oleh “raja yang menggigit”, tetapi ummat Islam masih memiliki payung dan pusat komando (al-imamah al-‘uzhma) di Turki. Dalam dokumen sejarah dicatat, para penguasa negeri-negeri muslim di seluruh dunia selalu mengadakan korespondensi dengan pusat kekuasaan di Turki. Pada akhir abad ke-20, panglima Fatahilah sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, beliau singgah untuk belajar di Akademi Militer di Turki. Sekembalinya ke Nusantara beliau bisa memukul mundur pasukan penjajah Portugis.

Lalu, Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam meneruskan sabdanya :

ُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيًّا فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا

“Kemudian akan ada (pemegang) kekuasaan yang diktator, maka terjadilah apa yang Allah kehendaki terjadi. Kemudian Allah mengangkatnya manakala Allah menghendaki untuk mengangkatnya.”

Masa keempat perjalanan sejarah ummat Islam ini mengalami krisis kepemimpinan. Ummat Islam dari segi kuantitas tergolong besar, tetapi mereka laksana sampah, makna lain dari gutsaa’ (buih), menurut pakar hadits Dr. Daud Rasyid. Mereka bukan berkumpul tetapi berkerumun. Mereka mayoritas, tetapi hati-hati individu mereka tercabik-cabik oleh paham kedaerahan (nasionalisme) yang sempit, madzhab, aliran keagamaan dan kepentingan. Kehadirannya tidak menggenapkan dan kepergian-nya tidak mengganjilkan. Mereka diperebutkan untuk dijadikan mangsa binatang buas.
Pada periode ini, jangankan sepakat untuk mengangkat isu-isu besar penegakan Daulah Islamiyah, penentuan awal Ramadhan dan Idul Fithri saja tidak menemukan kata sepakat. Di tengah-tengah mereka tidak ada wasit (penengah) yang dipercaya untuk mengambil keputusan yang disepakati oleh semua komponen umat ini. Tubuh ummat Islam tercabik-cabik oleh perpecahan internal. Energi mereka habis untuk ghibah, namimah, hasud, dendam, terhadap kawannya sendiri. Sehingga terlambat dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi di sekelilingnya (dhu’ful istijabah lil mutaghayyirat).
Setelah tahun 1924, dunia memasuki perang dunia I, II dan Perang Dingin antara Blok Timur versus Blok Barat (syarqiyyah wa gharbiyyah). Tetapi, rentetan peristiwa diatas hanyalah muqaddimah tampilnya mulkan jabariyyan (raja diktator) berskala global. Setelah tahun 1990, tidak ada lagi dua kubu di pentas kehidupan global. Yaitu pasca runtuhnya Tembok Berlin di Jerman. Hegemoni raja diktator internasional mulai menampakkan eksistensinya, bermarkas di Gedung Putih (al-bait al-abyadh), dan didukung oleh kroni-kroninya yang tergabung dalam negara G7 : Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Italia, Kanada dan Rusia.
Tidak ada pemimpin yang mangkat (baca: naik ke tampuk kekuasaan) di belahan dunia ini selain dalam hegemoni raja diktator dunia, kecuali yang dirahmati oleh Allah. Mereka yang bersebarangan dengan kemauan penguasa diktator dunia akan berjalan tertatih-tatih. Mereka memiliki tangan-tangan dan kaki-kaki di semua kepingan bumi ini. Bahkan belakangan ini ada upaya sistematis untuk memecah keutuhan bangsa, dengan fenomena Papua dan Aceh. Pihak-pihak yang masih getol mempertahankan keutuhan NKRI disingkirkan oleh orang nomer satu di negeri ini dari panggung kekuasaan.

Prinsip pergantian zaman ini penting diketahui agar kita menyadari di kurun mana kita ini sedang berada. Ternyata kita berada pada titik nadir kelemahan ummat ini. Kita tidak terlalu berharap kemana pun dan kepada siapa pun. Siapa pun yang tampil memegang tampuk kepemimpinan di dunia pasti mendapat SIM (Surat Izin Mangkat) dari hegemoni malikun jabbar. Marilah kita bangun, bangkit, memperbaharui komitmen kita karena kita mengalami masa yang tidak sederhana. Kita bergerak pada kurun yang tidak mudah.
Saatnya kita bangun untuk menyongsong masa terakhir dari perjalanan sejarah ummat Islam yaitu masa khilafah ‘ala manhajin nubuwwah. Karena kita yakin bahwa kepemimpinan raja diktator ada masa akhirnya. Kebatilan, sekalipun dipagari oleh kekuasaan yang kokoh akan segera hilang. Lebih-lebih saat ini mereka mengadakan konspirasi global untuk menghancur-kan pusat syiar-syiar Islam. Sesungguhnya mercusuar Islam (baca: Tanah Suci Makkah) itu adalah milik-Nya. Dia sendiri yang akan menjaganya dari tangan-tangan jahil.

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ (رواه احمد ابوداود و الترمذي)

“Kemudian akan ada khilafah di atas manhaj nubuwah (metode kenabian).” (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmudzi).
Persoalan yang esensial bagi kita bukan terletak pada kapan terjadinya khilafah atas metode kenabian itu. Sebab, masa itu akan terjadi pada masa kita atau kemungkinan pada zaman keturunan kita. Hadits ini adalah prediksi nubuwwah, bukan ramalan ahli nujum dan para normal. Kita tidak bangkit pun prediksi Nabi itu pun akan terjadi. Kita sekarang perlu mempersiapkan diri sebagai elemen perubah dan pencabut sang diktator dunia. Dengan cara konsisten; istiqamah, mudawamah wal istimrar (berkesinambungan) melaksanakan tahapan amal Islami (maratibul ‘amal Islami) merujuk tahapan turunnya wahyu Al Quran.
Yaitu, memperbaiki akidah (ishlahul ‘aqidah), melaksanaan syariat (tathbiqusy syari’ah), memperbaiki akhlak (ishlahul akhlaq), melaksanakan dakwah dan harakah (‘amalu ad-da’wah wal harakah) serta memperbaiki kualitas jama’ah (binaul jama’ah).
Pada akhirnya kita perlu bangkit untuk mewujudkan agenda-agenda penting dakwah diatas. Agar kita aman dan lulus dari Mahkamah Ilahi kelak. Kita berupaya menyadarkan sebanyak mungkin manusia agar menjadi batu bata dakwah (asy-sya’bu qawaa-idud da’wah). Sekalipun kita tidak sadar, tidak bangun, tidak bergerak, fenomena kebangkitan ummat Islam itu pasti terwujud, dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.
Berita gembira kemenangan Islam
1) Janji Allah kepada orang beriman

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فيِ اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لِهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَسِقُوْنَ (النور : 55)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS an-Nuur : 55).
Menurut Ibnu Katsir, ini adalah janji Allah pada Rasul-Nya shalla-llahu 'alaihi wa sallam, bahwa Allah akan menjadikan ummatnya para pemimpin bumi, atau pemimpin dan penguasa mereka. Dengan mereka negara akan menjadi aman, dan manusia tunduk kepada mereka. Dan Allah akan menggantikan ketakutan mereka menjadi perasaan damai. Terbukti ketika Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa sallam masih hidup, Allah telah membebaskan Makkah, Khaibar, Bahrain, seluruh Jazirah Arab, seluruh Yaman, memungut upeti dari Majusi Hajara, dan dari beberapa daerah Syam, Heraclius raja Romawi memberikan hadiah, demikian juga Muqauqis penguasa Mesir dan Iskandariah, raja-raja Oman, dan Najasyi (Negus) raja Abbyssinia (yang nantinya dikuasai oleh sahabat-sahabat Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam).
Kemudian usaha mulia itu diteruskan oleh Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ia menjadikan jazirah Arab sebagai pusat kekuatan Islam. Kemudian mengirim tentaranya ke Parsi di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu, dan mampu membebaskan daerah itu. Kemudian mengirim tentara kedua, di bawah komando Abu Ubaidah bin al-Jarrah radhiyallahu ‘anhu menuju Syam, dan ketiga dibawah komando ‘Amru bin ‘Ash radhiyallhu ‘anhu menuju Mesir. Pada masa itu, Syam, Bashrah, dan lain-lain dibebaskan.
Kemudian disempurnakan oleh khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Tiada dalam sejarah setelah Nabi-nabi, orang yang sepadan dalam kekuatan sirahnya dan keadilannya dengan al-Faruq ini. Pada zaman ini seluruh Syam, Mesir, sebagian Parsi dibebaskan. Kishra dihinakan, kekuasaan Caesar di negeri Syam direbut. Kemudian ia menginfakkan harta Kishra dan Caesar untuk sabilillah. Hal ini sesuai dengan janji Allah kepada Nabi shalla-llahu ‘alaihi wa sallam.
Pada zaman Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu kekuasaan Islam telah sampai ke penjuru timur dan barat dunia. Negeri-negeri Maghrib dapat dibebaskan hingga Cina. Kishra terbunuh dan kerajaannya habis riwayatnya. Kota-kota Irak, Khurasan dan Ahwaz dapat ditundukkan, sehingga kharaj (pajak tanah) dari penjuru timur dan barat dikumpulkan ke hadapan khalifah Utsman. Berkat bacaannya, kajian dan menyatukan ummat untuk memelihara al-Quran. Dalam hadits shahih, Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ زَوَى لِيْ اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارَبَهَا وَسَيَبْلُغُ مُلْكَ أُمَّتِيْ مَا زَوَى لِيْ مِنْهَا

“Allah telah memperlihatkan kepadaku bagian timur dan barat bumi, dan kekuasaan umatku akan mencakup seluruh wilayah yang aku lihat ini.”

2) Allah akan mendatangkan kaum yang Dia cintai
Berita gembira disebutkan dalam surat al-Maidah, mengancam orang-orang murtad yang keluar dari agama. Mereka tidak akan mengganggu agama Allah, dan agama Allah tidak akan runtuh dengan kemurtadan mereka. Allah akan mendatangkan generasi mukmin yang kuat, yang membasmi kekafiran. Mereka menegakkan agama dalam jiwa mereka sebagai ikatan yang kuat – bahkan ikatan cinta – antara mereka dengan Tuhan mereka, ikatan kasih sayang sesama saudara seiman, ikatan kemuliaan dan kekuatan terhadap orang-orang kafir, dan ikatan perjuangan dan jihad terhadap orang yang berbuat munkar. Semua ini adalah sifat-sifat pokok yang dijelaskan dalam al-Quran untuk memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman, dan mengancam orang-orang murtad.

يَآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَسَوْفَ يَأْتيِ اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِيْنَ يُجَاهِدُوْنَ فيِ سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لاَئِمٍ (المائدة : 54)

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang beriman, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela” (QS Al Maidah : 54).
Ibnu Katsir berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan akan tibanya kekuasaan yang besar. Barangsiapa yang tidak mau menolong agama Allah dan menjalankan syariat-Nya, maka Dia akan menggantikan mereka dengan orang-orang yang lebih baik dari mereka, lebih kuat, lebih lurus, teguh pendirian”.

وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لاَ يَكُوْنُوْا أَمْثَالُكُمْ (محمد : 38)

“Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).” (QS Muhammad : 38).

إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِأَخَرِيْنَ (النساء : 133)

Jika Allah menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu).” (QS an-Nisa’ : 133).

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِالْحَقِّ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيْدٍ (إبراهيم : 19-20)

Jika Allah menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan menggantikanmu dengan makhluq yang baru, dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah.” (QS Ibrahim : 19-20).
Ketika menafsirkan ayat,

يُجَاهِدُوْنَ فيِ سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لاَئِمٍ

Mereka berjihad di jalan Allah dan mereka tidak takut celaan orang yang suka mencela.”
Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya ketaatan kepada Allah, pelaksanaan hudud, memerangi musuh Allah, dan amar ma’ruf nahi munkar, tidak terpengaruh dan terhalangi oleh siapapun. Mereka tidak gulana atas kecaman yang mereka dapatkan dari orang-orang yang bodoh.”
Ibnu Katsir menyebutkan hadits dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, yang diriwayatkan Imam Ahmad, “Kekasihku – Rasulullah – menyuruhku untuk menjalankan tujuh hal.” Kemudian beliau menyebutkan antara lain, “Rasulullah menyuruhku mengatakan kebenaran meskipun itu pahit, dan menyuruhku agar tidak takut terhadap cercaan orang yang mencerca.”

3) Kabar gembira dari Sunnah Nabi

لَيَبْلُغَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ لاَ يَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدْرٍ وَلاَ وَبَرٍ إِلاَّ أَدْخَلَهُ هَذَا الدِّيْنَ بِعِزِّ عَزِيْزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيْلٍ عِزًّا يُعِزُّ اللهُ بِهِ اْلإِسْلاَمَ وَذُلاًّ يُذِلُّ اللهُ بِهِ الْكُفْرَ (رواه أحمد فى مسنده)

Islam akan mencapai wilayah yang dicapai siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan rumah yang mewah maupun yang sederhana kecuali akan memasukkan agama ini ke dalamnya. Dengan memuliakan oarng yang mulia atau menghinakan orang yang hina. Mulia karena dimuliakan Allah disebabkan keIslamannya dan hina karena dihinakan Allah disebabkan kekafirannya.” (HR. Ahmad dalam Musnad).
Maksud sampainya Islam ke daerah yang disentuh siang dan malam, yaitu tersebarnya Islam ke seluruh permukaan bumi, sebagaimana siang dan malam menutupinya, dan masuknya agama ini ke daerah perkotaan maupun pedesaan.

هُوَ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ (التوبة : 33)

“Dia lah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya diatas segala agama.” (QS at-Taubah : 33).
Pengertian lafazh “liyuzh-hirahu ‘alad-diini kullihi” ialah dominasinya atas semua agama. Pada abad-abad pertama, Islam mengungguli Yahudi, Nasrani, paganisme Arab, Majusi Persia, dan sebagian agama-agama Asia-Afrika. Akan tetapi, Islam belum menang atas semua agama. Kita masih menunggu berita gembira ini, dan Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Dan masih banyak lagi berita gembira meluasnya kemakmuran, kembalinya khilafah atas manhaj nubuwwah, bertahannya kelompok kebenaran, datangnya pembaharu setiap abad, turunnya al-Masih, datangnya al-Mahdi, kemudian fenomena kebangkitan kesadaran beragama di kawasan-kawasan yang selama ini menjadi pusat kekufuran, dan populasi ummat Islam yang semakin bertambah. Hal ini dapat dilihat pada jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun yang terus bertambah, berasal dari daerah yang selama ini tidak mengenal Islam, dsb.

Sumber daya manusia (al-wasa’il ghairul maddiyah ‘indal muslimin)

Saat ini jumlah ummat Islam di dunia berkisar 1/4 milyar penduduk. Tersebar di lima benua. Benar, pandangan orang yang mengatakan, yang lebih penting adalah kualitas. Tetapi kuantitas memiliki kepentingannya sendiri, sampai mencapai jumlah dimana musuh kesulitan menghancurkannya.
Sesungguhnya jumlah yang besar adalah nikmat. Ia adalah syarat mutlak terhadap semua prestasi ekonomi atau peradaban. Apabila jumlah jamaah shalat fardhu sepadan dengan jumlah shalat Jum’ah adalah diantara tanda-tanda kebangkitan ummat. Meskipun gelombang politik Islam bersifat fluktuatif, tetapi jumlah penduduknya – secara global – tidak pernah berkurang. Islam ibarat air, senantiasa mencari tempat yang rendah untuk mengalir.
Bangsa-bangsa di dunia berusaha keras mengurangi populasi kaum muslimin. Mereka membuat blok-blok (persekutuan) di antara mereka, walaupun terdapat perbedaan yang tajam dalam ras, bahasa, agama dan sejarah. Jumlah yang besar adalah anugerah yang patut disyukuri.

وَاذْكُرُوْا إِذْ كُنْتُمْ قَلِيْلاً فَكَثَّرَكُمْ (الأعراف : 86)

Dan ingatlah ketika kalian sedikit lalu Allah membanyakkan (jumlah) kalian.” (QS al-A’raf : 86).

Sumber daya alam (al-wasa’il al-maddiyah ‘indal muslimin)

Kita memiliki barang tambang dan kekayaan sumber daya alam yang terpendam di perut bumi dan di dasar lautan. Ini adalah kekuatan ekonomi. Sesuatu yang tidak dimiliki ummat lain. Tanah kita subur dengan daratan rendah dan oase-oase. Kita memiliki bukit-bukit, gunung-gunung, lautan, teluk, sungai-sungai besar, sumber-sumber mata air, sumur-sumur, cadangan penyimpanan air tanah dan tambang-tambang yang penting yang dibutuhkan oleh dunia. Kita memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Sumber-sumber kekayaan alam itu berada di kawasan Teluk, Aljazair, Brunei Darussalam, Indonesia, bahkan di wilayah-wilayah muslim bekas Uni Soviet dan yang masuk ke dalam RRC, ditemukan sumber-sumber minyak.
Letak geografis kita memiliki nilai penting. Tempat pertemuan benua-benua, sumber-sumber peradaban dan tempat lahirnya risalah-risalah langit; Yahudi, Nasrani dan Islam. Memang Allah subhanahu wa ta’ala telah menyediakan energi material dan immaterial untuk membantu kaum muslimin, membangun dan memanfaatkan untuk menegakkan agama-Nya, sekaligus memadamkan berbagai pemberontakan terhadap Islam di berbagai penjuru dunia.

Warisan sejarah (khubratun min at-tarikh)

Islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban lebih dari tujuh abad. Belum pernah ada satu agama maupun ideologi yang mampu mengembangkan peradabannya melebihi Islam. Peradaban Barat pun hari ini baru berumur kurang lebih 450 tahun. Itupun telah terjadi krisis akhlak dan material. Jika kaum muslimin pada masa lampau mampu menguasai peradaban, tentu bisa juga untuk mengendalikan masa depan, bi-idznillah.

Tidak ada komentar:

Masjid Nabawi

Masjid Nabawi

Masjidil Aqsa

Masjidil Aqsa